1. TARI LANGEN ASMARA
Tari Langen Asmara adalah tari tradisi gaya Surakarta. Tari ini dapat
ditijau dari beberapa segi yang dapat diamati misalnya dari segi estetis
atau segi historisnya ( sejarah) dan lain-lain. Penulisan penelitian
ini lebih memfokuskan pada tari Langen Asmara yang ditinjau dari segi
koreografinya. Dalam melakukan pembahasan koreografi yang dikemukakan
oleh Soedarsono. Kemudian dalam melakukan penelitian menggunakan metode
deskriptif analisisi dengan cara pengumpulan data, sirvey, observasi,
wawancara dan studi pustaka. Metode digunakan sebagai cara dalam
melakukan penelitian sedangkan konsep dan teori dipakai sebagai pisau
analisa dan menganalisa koreogafi tari Langen Asmara. Tari Langen Asmara
oleh Sunarno Purwoleleono pada tahun 1993.Tari ini disusun untuk
menambah materi tari pasihan gaya surakarta serta guna materi ujian
Hartoyo Di Taman Budaya Surakarta. Penari pertama tari Langen Asmara
adalah Hartoyo dan Sri Atma Lestari. Bentuk sajian tari Langen Asmara
terdiri dari beberapa unsure seperti gerak, rias, busana, pola lantai,
iringan ( gendhing beksan). Berdasarkan unsure-unsur bentuk sajian ini,
ternyata merypakan penjabaran dari elemen-elemen pada koreogafi menurut
konsep koreogafi yang ditemukan oleh Soerdarsono. Melihat struktur
sajian dalam tari Langen Asmara, ternyata dapat disimpulkan bahwa tari
Langen Asmara digolongkan dalam genre tari pasihan gaya Surakarta. Tari
langen Asmara merupakan salah satu komposisi tari pasangan yang
bertemakan percintaan dimana dalam tari tidak terdapat konflik. Inilah
yang menjadi cirri khas dari tari Langen Asmara menggambarkan sepasang
kekasih yang sedang memadu kasih, bersenang-senang. Bentuk sekarnya pun
banyak yang dilakukan secara bersamaan dan memiliki makna tertentu untuk
penggambaran suasana dan maksud. Pemakaian bentuk sanggul kadal menek
merupakan daya tarik tersendiri pada tari Langen Asmara selain penerapan
pola geraj penggabungan gerak gaya surakarta dengan gaya Yogyakarta.
Tema dan amanat yang ditampilkan mudah dimengerti karena penampilanya
diwujudkan melalui gerak tari dan garapan pola lantai yang dimemiliki
kekhasan sebagai tari pasihan. Tari Langen Asmara diharapkan mampu
memberikan motivasi untuk penciptaan
jenis karya ajar yang bertema pasihan serta diharapkan untuk selalu
dipakai sebagai bahan ajar dalam kampus ISI Surakarta Fakultas Seni.
2. TARI DRIASMARA
Tari driasmara merupakan salah satu bentuk tari pasangan yang ditarikan
oleh seorang penari putra dan putri, tari driasmara bertemakan langen
asmara atau percintaan antara Panji Asmara Bangun dengan Dewi Sekartaji.
Tari ini disusun oleh Sunarno Purwolelono pada tahun 1976. Tahun1980
tari ini disusun kembali oleh Wahyu Santosa Prabowo, Nora Kustantina
Dewi dibantu oleh Rusini untuk penataran Pamong Kesenian se-Jawa Tengah
di PKJT Sasono Mulyo Baluwarti Surakarta. Adegan/tarian untuk Prabu
Kelana digarap oleh Sunarno Purwolelana, adegan/tarian panji (alusan)
digarap oleh Wahyu Santoso Prabowo, dan untuk adegan Candra Kirana
digarap oleh Sunanro Purwolelana. Untuk gendhing pengiringnya digarap
oleh Martopangrawit, dan pada perekaman digubah oleh Rahayu Supanggah.
Berangkat dari drama tari yang berjudul Panji Asmara, mengambil cerita
panji dengan tokoh Prabu Kelana, Candra Kirana, dan Panji Asmara Bangun,
berproses di Sasana Mulyo, adapun penarinya adalah Sunarno Purwolelono
sebagai Prabu Kelana, Wahyu Santoso Prabowo sebagai Panji Asmara Bangun
dan Utami Retno Asih sebagai Candra Kirananya. Drama tari tersebut
dipentaskan di acara pernikahan Sal Mugiyanto. Dari drama tari tersebut
dipethil/ diambil adegan Candra Kirana dan Panji Asmara Bangun (adegan
pasihan/percintaan antara Candra Kirana dan Panji Asmara), dari adegan
tersebut jadilah tari pasihan. Setelah tersusun menjadi tari pasihan
tokoh Panji dan Candra Kirana dihilangkan (tidak harus menceritakan
Panji Asmara Bangun dan Candra Kirana).
Driasmara berasal dari kata driya yang bearti hati dan asmara yang
berarti asmara, driasmara dimaksudkan hati yang sedang dilanda asmara.
Rasa yang muncul/ terkandung dari tariDriasmara yaitu romantis, penuh
kasih, saling mengasihi satu sama lain, cinta kasih. Tari driasmara
menggambarkan sepasang kekasih yang sedang memadu cinta, melambangkan
suatu hubungan percintaan antara dua orang yang berlawanan jenis. Pada
dasarnya tari ini menggambarakan bermacam-macam perasaan manusia yang
terlibat dalam suatu percintaan. Sebagai contoh perasaan sayang, kangen
selalu ingin bertemu dan bersama dengan kekasihnya serta tidak ingin
membaginya dengan orang lain. Rasa kangen dan penggambaraan kerinduan
yang mendalam pada tokoh wanita dirasakan pada gendhing kinanthi
sandhung. Rasa damai dan tenteram dirasakan pada gendhing sekar macapat
mijjil. Kebar memunculkan rasa senang dan mesra yang menggambarkan
sepasang kekasih yang bercinta.
3. Tari Bambangan Cakil
Tari Bambang Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa
khususnya Jawa Tengah. Tarian ini sebenarnya diadopsi dari salah satu
adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang
Kembang.
Tari Bambangan Cakil
Tari ini menceritakan perang antara ksatria melawan raksasa. Ksatria
adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut, sedangkan Raksasa
menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas.
Didalam pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya
keluar tengah-tengah atau di Pathet Sanga. Perang antara Ksatria
(Bambangan) melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga
bisa digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam
menggerakkan wayang.
Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan.
4. TARI SERIMPI
SEJARAH TARI SERIMPI
Serimpi sama artinya dengan bilangan empat. Kata Srimpi menurut bahasa
jawa artinya "impi atau mimpi". Tarian Serimpi merupakan tarian yang
berasal dari Yogyakarta. Tarian ini ditarikan oleh 4 orang putri yang
diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan dari sang penari yang
lambat dan gemulai adalah ciri khas dari tarian Serimpi Yogyakarta. Dari
ke 4 putri tersebut, masing-masing melambangkan unsur dunia, yaitu :
grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Hal dimaksud
melambangkan asal usul terjadinya manusia dan juga melambangkan 4
penjuru mata angin. Pada dasarnya tari Serimpi ini mengambarkan sifat
baik dan sifat buruk. Manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik
sebagai bekal menghadap Sang Pencipta. Dari ke 4 putri tersebut
masing-masing mempunyai nama yaitu : Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Legenda Tari Serimpi muncul pertama kali di masa kejayaan Kerajaan
Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tarian ini hanya
dipentaskan dalam lingkungan kraton sebagai acara ritual kenegaraan
sampai peringatan naik takhta sultan. Kerajaan Mataram terpecah menjadi
Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta pada tahun 1775.
Di Kesultanan Yogyakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 3 yaitu
Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Di Kesultanan
Surakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 2 yaitu Serimpi Anglir
Mendung dan Serimpi Bondan.
Macam-macam tari Serimpi :
1. Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat. Ada kekhususan pada tari Serimpi cina, yaitu busana para
penari menyesuaikan dengan pakaian cina.
2. Tari Serimpi Padhelori
Diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VI dan VII. Properti yang
digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan cundrik. Membawakan cerita
petikan dari Menak, ialah perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi
Sudarawerti. Tari Serimpi Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama
Gending Pandhelori.
3. Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada
properti yang digunakan yaitu pistol.
4. Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini
berupa pistol dan jemparing. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi
tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak Kasimpir.
5. Tari Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh
Sultan Hamengku Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang.
Membawakan cerita petikan dari Angling Darmo yang magis, dengan
menggunakan tambahan properti sebatang pohon dan seekor burung mliwis
putih.
6. Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil
ciptakan Sultan Hamengku Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti
pistol. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi
Pramugrari adalah Gending Pramugrari.
7. Tari Serimpi Sangopati
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi
sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya
Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun
1788-1820 dengan nama Srimpi Sangopati kata sangapati itu sendiri
berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan bagi calon pengganti raja.
Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati)
diperuntukan kepada Belanda.
8. Tari Serimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh
K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang
kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas kehendak
Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi Srimpi yang
hanya terdiri atas empat penari saja.
9. Tari Serimpi Ludira Madu
Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan oleh Paku Buwono V ketika masih
menjadi putra mahkota Keraton Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng
Gusti Pangeran Adipati Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda
tercinta yang masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat
dari Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih
berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi. Jumlah
penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri. Dalam tarian ini
digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas
dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu. Nama Ludira Madu diambil
dari makna Ludira Madura yang berarti "Darah/ keturunan Madura".
5. Tari Sintren
Sintren adalan kesenian tradisional masyarakat Pekalongan dan
sekitarnya. Sintren adalah sebuah tarian yang berbau mistis/magis yang
bersumber dari cerita cinta Sulasih dan Sulandono.Tersebut dalam kisah
bahwa Sulandono adalah putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi
Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih, seorang putri
dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Baurekso. Akhirnya R.Sulandono pergi bertapa dan Sulasih
memilih menjadi penari.
Meskipun demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung
malalui alam goib. Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang
pada saat meninggal jasadnya raib secara goib, yaitu dengan cara bahwa
pada setiap acara dimana Sulasih muncul sebagai penari maka Dewi
Rantamsari memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih,pada saat itu pula
R.Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui
Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan R.Sulandono, yaitu
dengan cara bahwa pada setiap acara dimana Sulasih muncul sebagai
penari maka Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih,
pada saat itu pula R.Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya
untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara
SulasihdanR.Sulandono.
Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren,sang penari pasti
dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan cacatan bahwa hal tersebut
dilakukan apabila sang penari betul-betul masih dalam keadaan suci
(perawan). Sintren diperankan oleh seorang gadis yang masih suci,
dibantu pawang dan diiringi gending 6 orang, sesuai pengembangan tari
sintren sebagai hiburan budaya maka dilengkapi dengan penari pendamping
dan bador (lawak).
http://makalah-perpustakaan.blogspot.co.id/2013/04/jenis-jenis-tari-tradisional-jawa-tengah.html